Monday, February 9, 2009

Kasni Gunapati

Siapakah Kasni Gunapati..?

Sebahagian
akan bertanya-tanya siapakah beliau.?

Tapi bila disebut panggilan akrabnya mBah Wo Kucing.. ooo maka semua orang akan mengetahuinya.


Beliau adalah salah satu dari "The Last Generation Of The Ponorogo's Warok" yang telah dipanggil oleh YME pada tanggal 13-8-2008 pada pukul 15.15. Sebelumnya, kesehatannya memang sempat terganggu, dan beliau menghembuskan nafasnya terakhir di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Harjono. Mbah Wo Kucing meninggal dunia dalam usia 84 tahun.

mBah Wo Kucing adalah sesepuh warok Ponorogo yang tinggal di Kauman, Sumoroto +/- 5 km arah barat dari kota Ponorogo. Memasuki Wilayah Desa Sumoroto, Kecamatan Kauman, Kabupaten Ponorogo, nafas kesenian reog kental terasa. Beberapa meter dari gapura masuk berdiri sebuah rumah layaknya rumah-rumah lain di sekitarnya.

Begitu masuk, pandangan mata segera tertumbuk pada foto-foto dan lukisan seorang laki-laki tua berjanggut putih dalam balutan pakaian hitam-hitam. Sejumlah aksesori reog, seperti topeng Kelana Sewandana, topeng Bujangganong, dan dadak merak bertaburan di rumah tersebut.

Semasa hidupnya, beliau adalah sesepuh warok yang masih tersisa di Ponorogo. Warok merupakan sosok yang tidak bisa dipisahkan dari reog, meskipun sejarah dan asal usul keberadaan mereka berbeda. Dalam perjalanannya, nilai-nilai yang melekat pada dirinya mengkristal menjadi suatu bentuk kesenian.

Mbah Wo Kucing merupakan figur yang konsern terhadap kebudayaan Ponorogo, khususnya warok dan reog. Seluruh hidupnya dan bahkan pada usianya yang lanjut ia tetap mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk kemajuan kesenian warok dan reog.
Sudah selayaknya beliau mendapatkan penghormatan khusus dari kita semua.
Selamat Jalan mBah Wo Kucing.. walaupun kau telah tiada tapi kau tetap abadi dihatiku.

Sunday, February 8, 2009

Warok

Pengertian dan sosok warok hingga saat ini masih menjadi kontroversi, siapakah yang sebenarnya pantas disebut warok. Kadang ia diterjemahkan sebagai sosok yang dikenal sebagai seseorang yang "menguasai ilmu" (ngelmu) dalam pengertian Kejawen.

Ia juga sering berperan sebagai pemimpin lokal informal dengan banyak pengikut. Dalam pentas, sosok warok lebih terlihat sebagai pengawal/punggawa raja Klana Sewandana (warok muda) atau sesepuh dan guru (warok tua). Dalam pentas, sosok warok muda digambarkan tengah berlatih mengolah ilmu kanuragan, digambarkan berbadan gempal dengan bulu dada, kumis dan jambang lebat serta mata yang tajam. Sementara warok tua digambarkan sebagai pelatih atau pengawas warok muda yang digambarkan berbadan kurus, berjanggut putih panjang, dan berjalan dengan bantuan tongkat.

Pada awalnya warok digambarkan sebagai sosok pengolah kanuragan yang demi pencapaiannya ilmunya, tidak berhubungan dengan wanita, melainkan dengan bocah lelaki berumur 8-15 tahun yang acapkali disebut gemblakan. Seringkali para warok juga mengkonsumsi minuman keras. Namun saat ini warok telah mengalami perubahan paradigma.

Warok adalah sosok dengan stereotip: memakai kolor, berpakaian hitam-hitam, memiliki kesaktian dan gemblakan.Menurut sesepuh warok, Kasni Gunopati atau yang dikenal Mbah Wo Kucing, warok bukanlah seorang yang takabur karena kekuatan yang dimilikinya. Warok adalah orang yang mempunyai tekad suci, siap memberikan tuntunan dan perlindungan tanpa pamrih. “Warok itu berasal dari kata wewarah. Warok adalah wong kang sugih wewarah. Artinya, seseorang menjadi warok karena mampu memberi petunjuk atau pengajaran kepada orang lain tentang hidup yang baik”.“Warok iku wong kang wus purna saka sakabehing laku, lan wus menep ing rasa” (Warok adalah orang yang sudah sempurna dalam laku hidupnya, dan sampai pada pengendapan batin).

Syarat menjadi Warok

Warok harus menjalankan laku. “Syaratnya, tubuh harus bersih karena akan diisi. Warok harus bisa mengekang segala hawa nafsu, menahan lapar dan haus, juga tidak bersentuhan dengan perempuan. Persyaratan lainnya, seorang calon warok harus menyediakan seekor ayam jago, kain mori 2,5 meter, tikar pandan, dan selamatan bersama. Setelah itu, calon warok akan ditempa dengan berbagai ilmu kanuragan dan ilmu kebatinan. Setelah dinyatakan menguasai ilmu tersebut, ia lalu dikukuhkan menjadi seorang warok sejati. Ia memperoleh senjata yang disebut kolor wasiat, serupa tali panjang berwarna putih, senjata andalan para warok. Warok seja ti pada masa sekarang hanya menjadi legenda yang tersisa. Beberapa kelompok warok di daerah-daerah tertentu masih ada yang memegang teguh budaya mereka dan masih dipandang sebagai seseorang yang dituakan dan disegani, bahkan kadang para pejabat pemerintah selalu meminta restunya.

Gemblakan

Selain segala persyaratan yang harus dijalani oleh para warok tersebut, selanjutnya muncul disebut dengan Gemblakan. Dahulu warok dikenal mempunyai banyak gemblak, yaitu lelaki belasan tahun usia 12-15 tahun berparas tampan dan terawat yang dipelihara sebagai kelangenan, yang kadang lebih disayangi ketimbang istri dan anaknya. Memelihara gemblak adalah tradisi yang telah berakar kuat pada komunitas seniman reog. Bagi seorang warok hal tersebut adalah hal yang wajar dan diterima masyarakat. Konon sesama warok pernah beradu kesaktian untuk memperebutkan seorang gemblak idaman dan selain itu kadang terjadi pinjam meminjam gemblak. Biaya yang dikeluarkan warok untuk seorang gemblak tidak murah. Bila gemblak bersekolah maka warok yang memeliharanya harus membiayai keperluan sekolahnya di samping memberinya makan dan tempat tinggal. Sedangkan jika gemblak tidak bersekolah maka setiap tahun warok memberikannya seekor sapi. Dalam tradisi yang dibawa oleh Ki Ageng Suryongalam, kesaktian bisa diperoleh bila seorang warok rela tidak berhubungan seksual dengan perempuan. Hal itu konon merupakan sebuah keharusan yang berasal dari perintah sang guru untuk memperoleh kesaktian.

Kewajiban setiap warok untuk memelihara gemblak dipercaya agar bisa mempertahankan kesaktiannya. Selain itu ada kepercayaan kuat di kalangan warok, hubungan intim dengan perempuan biarpun dengan istri sendiri, bisa melunturkan seluruh kesaktian warok. Saling mengasihi, menyayangi dan berusaha menyenangkan merupakan ciri khas hubungan khusus antara gemblak dan waroknya. Praktik gemblakan di kalangan warok, diidentifikasi sebagai praktik homoseksual karena warok tak boleh mengumbar hawa nafsu kepada perempuan.

Saat ini memang sudah terjadi pergeseran dalam hubungannya dengan gemblakan. Di masa sekarang gemblak sulit ditemui. Tradisi memelihara gemblak, kini semakin luntur. Gemblak yang dahulu biasa berperan sebagai penari jatilan (kuda lumping), kini perannya digantikan oleh remaja putri. Padahal dahulu kesenian ini ditampilkan tanpa seorang wanita pun.

Reog di masa sekarang

Seniman Reog Ponorogo lulusan sekolah-sekolah seni turut memberikan sentuhan pada perkembangan tari reog ponorogo. Mahasiswa sekolah seni memperkenalkan estetika seni panggung dan gerakan-gerakan koreografis, maka jadilah reog ponorogo dengan format festival seperti sekarang. Ada alur cerita, urut-urutan siapa yang tampil lebih dulu, yaitu Warok, kemudian jatilan, Bujangganong, Klana Sewandana, barulah Barongan atau Dadak Merak di bagian akhir. Saat salah satu unsur tersebut beraksi, unsur lain ikut bergerak atau menari meski tidak menonjol. Beberapa tahun yang lalu Yayasan Reog Ponorogo memprakarsai berdirinya Paguyuban Reog Nusantara yang anggotanya terdiri atas grup-grup reog dari berbagai daerah di Indonesia yang pernah ambil bagian dalam Festival Reog Nasional. Reog ponorogo menjadi sangat terbuka akan pengayaan dan perubahan ragam geraknya.

Buyut Warok


Selamat Datang di Blogspot Buyut Warok !

Mari kita lestarikan seni dan budaya bangsa Indonesia, dengan semakin majunya peradaban manusia maka semakin banyak pula pengaruh budaya luar yang masuk ke tanah air kita ini. Budaya bangsa semakin hari semakin habis terkikis oleh globalisasi yang memang tak dapat dihindari, bahkan harus siasati agar dapat membantu kita dalam mengembangkan seni & artistik juga daya jual yang layak dan bermartabat.


Bukan hanya menjadi pertunjukan dipinggir jalan maupun di pentas seni yang sepi tanpa penonton. Ironis memang.. orang lebih menghargai budaya asing, berlomba-lomba mempelajarinya bahkan membayar mahal.. tapi lupa akan budaya sendiri.

Dan yang lebih menyedihkan lagi reog ponorogo di klaim menjadi akar seni dan budaya Malaysia.. Jangan sampai budaya kita hilang dan menjadi milik negara lain.

Aku tidak anti budaya barat maupun globalisasi, tapi ku tak mau lupa dengan budaya ku sendiri,
ku tak mau budayaku terkikis dan hilang dalam arus globalisasi bangsa-bangsa di dunia, yang ku ingin reog menjadi ikon nasional bagi negeriku untuk seni budaya di dunia internasional.

Blogspotku ini sebagai ekspresi diriku dalam menyampaikan opini dan keinginan ku walau hanya dalam bentuk tulisan, tapi ku turut menyampaikan secara personal dan global agar ku bisa turut berpatisipasi dalam mempertahankan seni budaya tanah kelahiranku yang tercinta dimana ku dilahirkan, dibesarkan dan mungkin pula ku mengakhiri masa hidupku dan menutup mata di tanah kelahiranku.

Semoga dapat bermanfaat bagi yang membaca, dan tak lupa ku minta saran, komentar dan pendapat serta kritikan yang membangun tentunya dari pembaca semua.

Maju seni budaya ku setara dengan budaya internasional.

Jakarta Februari 2009.